Perizinan Tambang

Perizinan Tambang di Indonesia, mencakup regulasi, jenis izin, tahapan, dan instansi terkait:


  • UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
  • PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
  • Permen ESDM No. 10 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pemberian, Perpanjangan, dan Pencabutan Izin Usaha Pertambangan.

  • IUP Eksplorasi: Untuk kegiatan pencarian dan identifikasi sumber daya mineral/batubara (masa berlaku 3-8 tahun).
  • IUP Operasi Produksi: Untuk kegiatan penambangan, pengolahan, dan pemasaran (masa berlaku hingga 20 tahun, bisa diperpanjang).
  • IUP Khusus (IUPK): Untuk wilayah yang ditetapkan pemerintah (misalnya di kawasan strategis nasional).
  • Diberikan untuk masyarakat lokal dengan skala tambang kecil (luas maks. 25 hektar).
  • Khusus untuk pengangkutan dan penjualan mineral/batubara.
  • Untuk penambangan batuan non-logam (misalnya batu kapur, pasir).

  • Melalui sistem Online Single Submission (OSS).
  • Menyertakan dokumen: identitas perusahaan, rencana kegiatan, dan lokasi tambang.
  • Pemerintah mengecek tidak ada tumpang tindih dengan wilayah izin lain (hutan lindung, wilayah adat, dll).
  • Dikeluarkan oleh Kementerian ESDM (untuk wilayah lintas provinsi) atau Pemerintah Daerah (provinsi/kabupaten).
  • Wajib memiliki dokumen lingkungan sesuai skala usaha.
  • IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) dari KLHK, jika wilayah tambang berada di kawasan hutan.
  • Hak Guna Usaha (HGU) untuk penggunaan lahan.

  • Mengeluarkan IUP/IUPK untuk wilayah lintas provinsi dan nasional.
  • Mengeluarkan IUP untuk wilayah dalam batas provinsi/kabupaten.
  • Mengeluarkan IPPKH dan persetujuan lingkungan.
  • Mengawasi investasi asing melalui sistem OSS.

  1. Tumpang Tindih Lahan: Konflik dengan wilayah hutan, adat, atau pertambangan ilegal.
  2. Kompleksitas Birokrasi: Proses panjang dan multi-instansi.
  3. Persyaratan Lingkungan: AMDAL sering memakan waktu dan biaya tinggi.
  4. Perubahan Regulasi: Dinamika kebijakan yang cepat (misalnya larangan ekspor mineral mentah).

  • Digitalisasi OSS: Perizinan tambang terintegrasi penuh dengan sistem OSS untuk transparansi.
  • Penerapan ESG (Environmental, Social, Governance): Perusahaan wajib memenuhi standar keberlanjutan.
  • Insentif untuk Hilirisasi: Kemudahan izin bagi perusahaan yang membangun smelter atau industri pengolahan.

  • Pencabutan izin, denda administratif, hingga pidana jika melanggar ketentuan (misalnya penambangan ilegal atau kerusakan lingkungan).

Perizinan tambang tidak hanya legalitas, tetapi juga menjamin keberlanjutan lingkungan, hak masyarakat, dan optimalisasi penerimaan negara (PNBP). Perusahaan wajib mematuhi Good Mining Practices dan CSR (Corporate Social Responsibility).

Jika ada pertanyaan lebih spesifik (misalnya tentang AMDAL atau IPPKH), silakan tanyakan! 😊