Statistik Ekspor-Impor

Statistik Ekspor-Impor Pertambangan Indonesia (2023/2024)
Industri pertambangan menjadi tulang punggung devisa Indonesia, dengan ekspor mineral dan batubara mendominasi neraca perdagangan. Namun, kebijakan hilirisasi dan volatilitas harga global memengaruhi tren ekspor-impor. Berikut analisis statistik terkini:


KomoditasVolumeNilai (USD)Tujuan Utama
Batubara435 juta ton42,1 miliarTiongkok, India, Jepang
Nikel & Produk Turunan12,3 juta ton33,8 miliarTiongkok, Korea Selatan, AS
Bauksit4,1 juta ton1,2 miliarTiongkok, Malaysia
Tembaga2,8 juta ton6,5 miliarJepang, Filipina
Timah28.500 ton890 jutaSingapura, Belanda
  • Catatan:
  • Ekspor nikel melonjak 650% sejak larangan ekspor bijih nikel (2020) karena fokus pada produk olahan (feronikel, NPI, dan baterai).
  • Batubara tetap andalan, menyumbang 15% total ekspor nasional (2023).

KomoditasVolumeNilai (USD)Asal Utama
Alat Berat8.500 unit2,1 miliarJepang, Jerman, AS
Bahan Kimia Tambang1,2 juta ton950 jutaTiongkok, India
Bijih Besi3,4 juta ton480 jutaAustralia, Brasil
Bahan Bakar Minyak12 juta KL9,8 miliarSingapura, Arab Saudi
  • Catatan:
  • Impor alat berat meningkat 22% (2023) seiring ekspansi proyek hilirisasi.
  • Ketergantungan impor BBM tetap tinggi meski Indonesia produsen minyak.

  • Bijih nikel (2020), bauksit (2023), dan tembaga (direncanakan 2024) wajib diolah di dalam negeri.
  • Tarif 13-15% untuk harga batubara di atas $70/ton (PMK No. 191/2022).
  • Pembebasan PPN dan bea masuk untuk alat berat berteknologi tinggi (Peraturan BKPM).

AspekEksporImpor
Total Nilai84,5 miliar USD13,3 miliar USD
Pertumbuhan+8,2% (yoy)+5,7% (yoy)
Komoditas DominanBatubara (49,8%)BBM (73,7%)

  • Harga batubara turun ke $120/ton (2023) dari puncak $400/ton (2022) akibat resesi Eropa.
  • Harga nikel anjlok 40% (2023) karena surplus pasokan Tiongkok.
  • Tiongkok mengimpor 65% batubara Indonesia untuk PLTU.
  • Lonjakan permintaan bijih besi untuk proyek infrastruktur dalam negeri.
  • Sanksi Barat terhadap batubara Rusia meningkatkan permintaan ke Indonesia.
  • Konflik Laut Cina Selatan mengancam jalur ekspor ke Tiongkok.

  • Ekspor Batubara: Diprediksi turun 5% akibat tekanan ESG dan harga rendah.
  • Ekspor Nikel Matte: Akan naik setelah operasional pabrik HPAL PT QMB (Morowali) dan Halmahera.
  • Impor Alat Berat: Tumbuh 10% untuk mendukung proyek IKN dan smelter baru.

  1. Fluktuasi Harga: Volatilitas harga batubara dan nikel pengaruhi neraca perdagangan.
  2. Pasar Ekspor Tergantung Tiongkok: 60% ekspor mineral Indonesia ke Tiongkok rentan risiko geopolitik.
  3. Biaya Logistik: 30% biaya ekspor batubara berasal dari transportasi ke pelabuhan.

  1. Diversifikasi Pasar: Ekspor nikel ke AS/Eropa untuk industri baterai EV.
  2. Penguatan Hilirisasi: Ekspor produk jadi (baterai lithium, stainless steel) kurangi ketergantungan bahan mentah.
  3. Energi Terbarukan: Ekspor mineral kritis (tembaga, perak) untuk panel surya dan turbin angin.

Kesimpulan:
Ekspor pertambangan Indonesia masih didominasi batubara dan nikel, sementara impor difokuskan pada alat berat dan BBM. Kebijakan hilirisasi berhasil meningkatkan nilai tambah ekspor, namun ketergantungan pada Tiongkok dan fluktuasi harga menjadi risiko utama. Untuk menjaga keberlanjutan, perlu diversifikasi pasar, penguatan infrastruktur logistik, dan percepatan transisi energi.

📊 Sumber Data: BPS, Kementerian ESDM, Bank Indonesia (2023).