Pelaporan Keberlanjutan (GRI, SASB)

Pelaporan Keberlanjutan (GRI, SASB): Kerangka Kerja dan Aplikasi di Indonesia

Pelaporan keberlanjutan adalah praktik mengungkapkan kinerja perusahaan dalam aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) kepada pemangku kepentingan. Dua kerangka kerja global yang dominan adalah Global Reporting Initiative (GRI) dan Sustainability Accounting Standards Board (SASB). Berikut penjelasan lengkap beserta implementasinya di Indonesia:


GRI adalah kerangka pelaporan keberlanjutan paling luas digunakan di dunia, berfokus pada dampak perusahaan terhadap ekonomi, lingkungan, dan masyarakat. GRI dirancang untuk multi-stakeholder, termasuk investor, pemerintah, dan masyarakat.

  • Prinsip Pelaporan: Transparansi, akuntabilitas, dan keterlibatan pemangku kepentingan.
  • Struktur:
  • Universal Standards: Prinsip dasar (misalnya: konteks keberlanjutan, tata kelola).
  • Topic-Specific Standards: Isu spesifik seperti emisi karbon, hak pekerja, atau anti-korupsi.
  • Materialitas Ganda (Double Materiality): Mempertimbangkan dampak perusahaan pada masyarakat/lingkungan dan risiko ESG terhadap bisnis.
  • PT Telkom Indonesia: Menerbitkan laporan tahunan berbasis GRI dengan fokus pada pengurangan emisi dan inklusi digital.
  • PT Kalbe Farma: Melaporkan kinerja ESG terkait kesehatan masyarakat dan rantai pasok berkelanjutan.

SASB adalah kerangka pelaporan yang berfokus pada informasi ESG yang material secara finansial bagi investor. SASB menekankan pada 77 industri spesifik untuk memastikan relevansi data dengan kinerja keuangan.

  • Materialitas Keuangan: Hanya mengukur isu ESG yang berdampak langsung pada kinerja keuangan perusahaan.
  • Struktur:
  • 5 Dimensi: Lingkungan, sosial, modal manusia, inovasi, serta tata kelola.
  • Industri-Spesifik: Misalnya, standar untuk pertambangan berbeda dengan perbankan.
  • Integrasi dengan IFRS: Pada 2022, SASB bergabung dengan International Sustainability Standards Board (ISSB) di bawah IFRS Foundation.
  • PT Bank Central Asia (BCA): Mengadopsi SASB untuk mengungkapkan risiko iklim dalam portofolio kredit.
  • PT Astra International: Melaporkan kinerja ESG terkait efisiensi energi di sektor otomotif.

AspekGRISASB
TujuanMulti-stakeholderInvestor-focused
CakupanLuas (ekonomi, sosial, lingkungan)Spesifik industri (77 sektor)
MaterialitasDouble materialityFinancial materiality
KompleksitasTinggi (300+ indikator)Menengah (industri-spesifik)
Regulasi TerkaitSukarela, tetapi banyak diadopsiDiintegrasikan ke dalam ISSB/IFRS

  • POJK No. 51/2017 (Otoritas Jasa Keuangan): Mewajibkan perusahaan publik dan perbankan menyusun laporan keberlanjutan.
  • ISE (Indonesia Sustainability Index): Indeks Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menilai perusahaan berdasarkan kriteria ESG.
  1. Kapasitas SDM: Kurangnya ahli pelaporan ESG di perusahaan lokal.
  2. Data dan Metrik: Sulitnya mengukur dampak sosial atau emisi Scope 3.
  3. Biaya: Pelaporan GRI/SASB memerlukan investasi teknologi dan konsultan.
  • PT Pupuk Indonesia: Menggunakan GRI untuk melaporkan program CSR di bidang pertanian berkelanjutan.
  • PT Medco Energi: Mengadopsi SASB dalam mengungkapkan risiko transisi energi di sektor migas.

  • ISSB (gabungan SASB, TCFD, dll.) akan menjadi standar global dominan untuk pelaporan investor.
  • Penggunaan AI dan blockchain untuk verifikasi data ESG secara real-time.
  • Uni Eropa (CSRD) dan ASEAN mungkin mempengaruhi kebijakan pelaporan di Indonesia.

Pelaporan keberlanjutan dengan GRI dan SASB adalah langkah kritis menuju transparansi dan tata kelola berkelanjutan. Di Indonesia, adopsi kerangka ini masih perlu ditingkatkan melalui:

  • Pelatihan SDM berbasis ESG.
  • Harmonisasi regulasi lokal dengan standar global (misalnya ISSB).
  • Kolaborasi antara perusahaan, pemerintah, dan institusi finansial.

Dengan integrasi GRI dan SASB, perusahaan Indonesia tidak hanya memenuhi tuntutan investor global, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan sesuai SDGs 2030.