IUPK

Berikut penjelasan detail tentang IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus), jenis izin tambang yang diberikan untuk wilayah tertentu dengan kriteria khusus di Indonesia:


IUPK adalah Izin Usaha Pertambangan Khusus yang diberikan untuk kegiatan pertambangan di Wilayah Pertambangan untuk Pertambangan Khusus (WPUPK). WPUPK ditetapkan pemerintah sebagai kawasan strategis nasional, bekas wilayah Kontrak Karya (KK), atau wilayah yang memerlukan pengelolaan khusus untuk kepentingan negara.


  • UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Pasal 36-38).
  • PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan.
  • Permen ESDM No. 10 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pemberian IUPK.

  1. Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya mineral/batubara di wilayah strategis.
  2. Mengalihkan wilayah bekas Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) ke skema IUPK.
  3. Mendorong hilirisasi (pengolahan dalam negeri) dan nilai tambah mineral.

  • Untuk kegiatan pencarian dan identifikasi sumber daya mineral/batubara di WPUPK.
  • Masa berlaku: 3-8 tahun (tergantung kompleksitas geologi).
  • Untuk kegiatan penambangan, pengolahan, pemurnian, hingga pemasaran.
  • Masa berlaku: Maksimal 20 tahun (dapat diperpanjang).

  • Bekas wilayah Kontrak Karya (misalnya Freeport di Papua atau Amman Mineral di Sumbawa).
  • Kawasan strategis nasional (misalnya kawasan industri nikel di Morowali, Sulawesi Tengah).
  • Wilayah yang ditetapkan untuk kepentingan nasional (misalnya cadangan mineral kritis seperti lithium atau emas).

  • Kementerian ESDM menetapkan WPUPK berdasarkan rekomendasi DPR/DPD.
  • Penugasan Langsung: Untuk pemegang KK/PKP2B yang telah habis masa kontraknya.
  • Lelang Terbatas: Jika WPUPK baru dibuka untuk investor.
  • Berbadan hukum Indonesia (BUMN, PT domestik, atau joint venture dengan BUMN).
  • Memiliki kompetensi teknis, finansial, dan pengalaman di sektor pertambangan.
  • Komitmen membangun fasilitas hilirisasi (smelter, refinery) untuk komoditas tertentu.
  • Pengajuan permohonan melalui Sistem Informasi Minerba One Data (SIMONA).
  • Verifikasi dokumen (RKAB, AMDAL, laporan keuangan).
  • Pembayaran Iuran Tetap (Landrent) dan PNBP.
  • Penerbitan IUPK oleh Kementerian ESDM.

  • Melakukan eksplorasi dan produksi di WPUPK.
  • Menguasai hasil tambang untuk diproses/dijual.
  • Memperpanjang izin setelah masa berlaku habis.

  • Membangun fasilitas pengolahan (smelter) untuk komoditas tertentu (nikel, tembaga, bauksit).
  • Pemegang IUPK wajib melepas saham secara bertahap kepada pemerintah/pemerintah daerah (minimal 51% kepemilikan domestik).
  • Memenuhi standar AMDAL dan ESG (Environmental, Social, Governance).
  • Membayar PNBP (royalti 4-10%, tergantung komoditas) dan pajak.

AspekIUPIUPK
WilayahDi dalam WIUPDi dalam WPUPK (khusus)
PenerbitKementerian ESDM/PemdaHanya Kementerian ESDM
Mekanisme PerolehanLelang WIUP atau penugasanPenugasan langsung/lelang terbatas
Divestasi SahamTidak wajib (kecuali tertentu)Wajib (minimal 51% domestik)
HilirisasiTidak wajib (kecuali komoditas tertentu)Wajib (sesuai regulasi)

  • Beralih dari Kontrak Karya ke IUPK pada 2018 untuk tambang emas dan tembaga di Papua.
  • Wajib membangun smelter di Gresik (2024) dan divestasi 51% saham ke pemerintah.
  • Menggunakan IUPK untuk operasi nikel di Sulawesi dengan komitmen hilirisasi.

  1. Biaya Tinggi: Investasi smelter dan divestasi saham memberatkan perusahaan.
  2. Kompleksitas Regulasi: Kewajiban hilirisasi dan tuntutan ESG.
  3. Konflik Lahan: WPUPK sering tumpang tindih dengan wilayah adat atau hutan lindung.

  1. Prioritas Smelter Nasional: IUPK hanya diberikan kepada perusahaan yang berkomitmen membangun smelter dalam waktu 5 tahun.
  2. Peningkatan PNBP: Tarif royalti untuk IUPK dinaikkan (misalnya nikel dari 2% menjadi 10%).
  3. Digitalisasi SIMONA: Pelaporan kegiatan IUPK harus terintegrasi dengan sistem online Kementerian ESDM.

  • Pencabutan Izin: Jika tidak memenuhi kewajiban hilirisasi atau divestasi.
  • Denda Administratif: Hingga Rp 10 miliar untuk pelanggaran AMDAL.
  • Pidana: Penjara hingga 5 tahun untuk aktivitas ilegal di WPUPK.

  • Kedaulatan Sumber Daya: Memastikan penguasaan mineral strategis oleh negara.
  • Nilai Tambah Nasional: Hilirisasi mengurangi ekspor bahan mentah dan meningkatkan industri dalam negeri.
  • Transparansi: WPUPK dikelola dengan skema yang lebih terukur dan berkelanjutan.

Jika ada pertanyaan lebih spesifik (misalnya tentang divestasi atau smelter), silakan ditanyakan! 😊